Minggu, 28 Oktober 2012

Karena Saya Mencintai Milan

Milanisti pastilah tak habis pikir dengan tak kunjung membaiknya performa AC Milan musim ini. Setelah dipermalukan Interminal 0-1 di San Siro, dibabat -meskipun sempat memberi hapan- 3-2 oleh Lazio, selang empat hari kemudian dipaksa kalah 1-0 oleh newbie di Liga Champions, Malaga dan "kemenangan beruntung" atas Genoa malam lalu.

Adalah tidak mungkin bagi rossoneri untuk meraih gelar apapun jika penampilan mereka masih gini-gini aja, entah itu di Serie-A ataupun Liga Champions. Dalam 10 partai terakhir, Milan hanya tiga kali menggenggam tripoin -meski kurang meyakinkan-, lima kekalahan dan dua kali imbang.

Beberapa pemain mengatakan, Milan hanya kurang beruntung. Padahal sudah jelas, Atalanta yang punya kelas 10 tingkat dibawah Milan pun mampu mengungguli permainan Milan. Coba intip klasemen sementara Serie-A pekan ini, 14 tim yang biasanya kudu mendongakan kepala untuk melihat posisi AC Milan, kini hanya cukup menunduk sambil senyum-senyum kecil melihat posisi rossoneri di klasemen. Ada yang salah? Tentu. Faktor utama? Saya rasa, Allegri.

Diluar keputusan si Bos besar, Silvio Berlusconi yang terkesan terlalu terpaku dalam menyiasati cara menghindar dari jeratan hukuman Financial Fair Play dengan menerapkan kebijakan mendatangkan pemain gratis, pinjam & bergaji rendah, Allegri seharusnya bisa memaksimalkan performa dan melihat jeli posisi beberapa pemain yang tersisa di skuadnya. Beberapa Milanisti pun tahu, Urby lebih baik dipasang sebagai bek kiri ketimbang Antonini, Prince Boateng yang tidak lagi menjadi 'prince' d belakang striker Milan dan The Untouchable, Daniele Bonera yang sebenarnya lebih siap untuk duduk di bangku cadangan ketimbang Acerbi-Zapata.

Patut diketahui, seorang Carletto yang sampai ditinggal sebagian 'ruh' milan saat itu, Andriy 'il tsar' Shevchenko, lalu si Bos menyuguhkan bangkai hidup bernama Ricardo Oliveira sebagai pengganti. Hmmm..... Awal musim yang penuh dengan pesimisme. Namun apa yang terjadi? berkat kejeliannya menggunakan formasi dan strategi yang tepat serta memaksimalkan potensi pemain yang ada, Milan dibawanya mengangkat The Big Ears di akhir musim. Pola pohon cemara ala Carletto menggambarkan arti ketepatan dalam sepakbola tanpa melulu menendang dan berlari. Manchester United paling mengetahui, bagaimana kejamnya serangan balik dan kokohnya lini tengah dan belakang Milan. Gilardino mencetak gol begitu mudah di saat pemain Red Devils kelimpungan untuk menerobos lini tengah Milan. Cristiano Ronaldo yang saat itu menggila di EPL pun hanya sekedar sarapan pagi bagi seorang Gennaro Gattuso. Ketiadaan Sheva dan semakin bapuknya Oliveira justru membuka peluang bagi 'dia-yang-terlahir-offside', Filippo Inzaghi untuk membuktikan dirinya bahwa dia belum habis dengan 6 golnya yang menuntun milan menapaki tangga menuju panggung kehormatan. Dengan tidak terlalu memaksakan sosok sentral semacam Kaka, Pirlo dan Nesta serta memaksimalkan yang tersisa dari Ronaldo, Maldini dan Pippo pun merupakan kejeniusan tersendiri Don Carlo yang sama sekali tidak dimiliki Mr. Allegri.

Tidak ada gunanya kita berbicara tentang masa lalu di saat tim kita tercinta sedang membusuk di posisi ke-15 klasemen sementara. Tanpa perlu berbicara tentang kesalahan-kesalahan Allegri -yang tentunya tidak sedikit-, kita tahu, bahwa Milan wajib melakukan reformasi. Tetap percaya kepada keputusan Silvio Berlusconi yang tetap mempertahankan Allegri pun rasanya sudah terlalu berat bagi saya, terlebih disini saya menulis sebagai Pecinta Milan, bukan Anti Allegri.

FORZAMILAN!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar