“..GARUDA DI DADAKU, GARUDA
KEBANGGAANKU, KU YAKIN HARI INI PASTI MENANG..” itulah hymne para
suporter yang sarat fanatisme dan chauvinist yang kerap melontarkan dua
hal yang bertolak belakang. Jika Indonesia menang mereka bersorak dan
membanggakannya. Namun jika Indonesia kalah, mereka mencari kambing
hitam seakan kesebelasan Indonesia itu tidak pernah gagal, salah, dan
gugur. Kegagalan, kesalahan, dan keguguran layaknya
kita syukuri, karena merekalah yang membuat kita lebih baik untuk
kedepannya. Jangan munafik lah, mental orang Indonesia itu memang jauh
di bawah standar karena kita (termasuk saya) selalu terbiasa
dengan hal-hal yang instant! Pemikiran pragmatis terlalu mendominasi
kita, bukan begitu? Akuilah, tidak usah bersembunyi dibalik rasa
goblok mu sendiri. Rasa nasionalisme berlebihan muncul dari semua
kalangan. Pagelaran sepak bola dalam
kancah internasional itu berlomba prestasi, bukan nasionalisme. Sejak
kapan nasionalisme diukur dengan seberapa banyak pemain yang
dinaturalisasi, gol yang mereka cetak, dan tropi yang kita raih? Stop
being chauvinist dude!
Oke, berhenti berbicara tentang suporter yang sarat akan fanatisme
dan chauvinist. Sekarang kita tengok media, oh betapa gaharnya kalian
rekan-rekan media. Baru menang melawan Singapura saja kalian sudah 'men-juara-kan' timnas Indonesia. Segalanya disorot, hampir saya
melihat ada lebih dari 3 tajuk disetiap program berita yang menyiarkan
tentang kemenangan timnas Indonesia. Jangan dulu membanggakan hal yang
belum tercapai sampai final bung, mari kita duduk dan simak bersama
saja. Cara kalian membanggakan timnas Indonesia, membuat para pemain dan
mungkin sejajaran para pengurus errrr...........PSSI atau KPSI menjadi besar kepala, merasa bisa
tetapi tidak bisa merasa. Dan hasil final? Sangat nihil dari hasil yang
kita harapkan.
Dan ini adalah hal terakhir yang membuat saya muak dengan pergelaran
AFF 2012 kemarin, politisi-politisi busuk di Indonesia merambah ke sepak
bola! Bakrie, nama yang membuat isi perut ingin keluar inilah otak dari hancurnya sepakbola Indonesia. Ide Bakrie merebut hati rakyat sebagai pintu
mendapatkan dukungan untuk pemilu 2014 lewat sepakbola itu awal-mulanya berkembang dengan kondusif. Namun di tengah perkembangan
itu, La Nyalla Mattalitti dan KPSI menjadi kalap dan menghalalkan segala
cara untuk menghancurkan Djohar Arifin. Bahkan kalau perlu PSSI
di-suspended oleh FIFA juga tak masalah bagi La Nyalla dan KPSI. Sejak
awal KPSI mencari celah dan berupaya menghambat pekerjaan PSSI di bawah
Djohar Arifin. Hasilnya relative hancur. Terbukti
sekali bahwa Bakrie sangat oportunis demi pemilu 2014. (Haha, maaf, sebagian pecinta sepakbola
tidak terpengaruh dengan hal itu pak!) Tapi hebat juga ya, para politisi
busuk bisa tahu apa yang sedang digandrungi oleh masyarakat sekarang, ya
contohnya sepak bola. Seperti kata pepatah “..ada gula ada semut..”.
Sungguh menyayangkan sekali jika persepakbolaan Indonesia memang sudah
didominasi oleh para politisi busuk.
Well, i always hope that thing
will not happen at any cost!
Sudahlah, berhenti menjadi chauvinist, berhenti menjadi orang tolol,
berhenti menjadi kambing dicocok hidung. Mari kita evaluasi bersama apa
yang harus dibenahi, apa yang harus dibuang, apa yang harus diambil, dan
apa yang harus dipertahankan. Mengapa saya menulis ini dan lalu saya
berkata demikian, karena saya cinta negeri ini, Indonesia! Negeri ini
sampai kapanpun akan saya cintai dengan jalan yang semestinya saya
lakukan, bukan atas perintah dan dominasi orang lain atau mungkin “hal”
lain.
KICKS POLITICIANS OUT OF INDONESIAN FOOTBALL!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar